Minggu, 30 Oktober 2011

Cita-Citaku Diobral (Sajalah)

Siapa yang ingin kalah? Setiap orang ‘waras’ pasti menginginkan kemenangan. Apalagi, sesuatu itu telah sangat-sangat-sangat diusahakan. Tapi, kadang ending bukanlah hak paten dari para aktor (manusia). Ada ‘sutradara’ yang memiliki hak priogatif untuk memutuskan. Hem, rasanya. Aku berhenti bernapas hari ini. Ya, tepatnya beberapa menit sebelum aku mem-postingkan tulisan ini di blog-ku. Ah...aku benci. Tapi mau bagaimana lagi. Toh, sebenci apapun aku, tidak akan membuat namaku bertengger di daftar para juara! masyaAllah, begitu sensitifkah hatiku saat ini?
Amboi! Dua! Bukan main, dua kekalahan yang aku kantongi malam ini. Masih bisakah aku tidur nyeyak? Masih bisakah aku pede dengan mimpiku yang terlalu tinggi itu? Masih bisakah aku membuat diriku percaya dengan kemampuanku? Masihkan? Entahlah.
Mungkin kalian akan bertanya-tanya, hal remeh temeh apa yang membuat aku seperti aki-aki kebakaran jenggot! Hal remeh apa yang membuat aku ngotot dan bahkan melotot melihat daftar pemenang, tak ada satu suku kata pun bertuliskan aku. Tega nian! Sungguh! Tapi, apa ada kemenangan karena rasa kasihan. Kasihan padaku yang sudah rela-rela mengencangkan ikat pinggang demi membayar kontribus lomba. Tidak ada dan jangan harap akan ada.
Baiklah. To the point saja. Aku akan membahas kekalahanku yang pertama di ajang yang kuanggap paling remeh di dunia, LOMBA KLIPING BERITA, namanya. Em, sepertinya sangat mudah dan pastinya haya sedikit yang ikut. Itu artinya, peluang untuk menang sangat banyak. Tapi hari ini, malam ini, saat kubuka website s yang empunya hajatan lomba, seorang GADIS CANTIK dengan SENYUM MENAWAN dan body ala MODEL tengah berjabat tangan pada ketua panitia. Em, rupanya, gadis itu menang. Luaaaarrr biasa. Sudah good looking, menang pula. Beruntungnya engkau. Tapi, aku heran, mengapa berita itu ditulis tadi pagi, Minggu siang di sebuah tenda. Bukankah si penyelenggara mengatakan kalau pengumunan akan disebarka besok. Em, hatiku bisa langsung kisut mendadak saat kutahu pengumumannya sudah dilakukan hari ini. Lalu, buat apa menuliskan dengan gaya perlente bahwa pengumumannya besok dan pengambilan hadiah besoknya lagi. Itu hanya akan mempermainkan hati seorang pecundang macam diriku saja, para juri yang terhormat.
Sudahlah. Mungkin belum rejeki. Suara hatiku berusaha menenangkan. Berusaha menghibur. Berusaha membuat seolah ini hanyalah bagian dari ujian orang sukses. Hatiku...timbul rasa malas untuk berkompetisi-lagi-.
Lomba yang kedua adalah lomba Essai. Aku mengikutinya, pertama karena aku yakin tulisanku layak dimuat, kedua, karena kontribusinya murah Rp 10.000- tapi, namaku lagi-lagi tak ada. Semua nama yang tertera dalam daftar pemanang sangat asing. Mungkinkah tak ada tempat lagi bagi mahasiswa semester 7 sepertiku? Ya Allah, hamba menjadi ragu dengan kemam[uan hamba. Hamba menjadi gusar dengan masa depan hamba di dunia menulis. Pikirku, mereka semua angkuh. Para penerbit, para juri, para pemenang, juga hatiku. Aku pun angkuh. Aku sendiri tidak tahu tapi..aku seperti tidak kapok-kapoknya. Mungkin aku harus berpikir sederhana saja. Membuang mimpi dan menjadi orang desa! Itukah yang diinginkan waktu sekarang. Itukah yang diinginkan dedemit-dedemit intelek yang tidak memberiku kesempatan untuk menang? Ah...aku ini terlalu sensitif. Terlalu berduka, padahal mungkin Allah sudah menyiapkan segalanya dan akan menjadikan ini semua indah. Bersabarlah.

Selasa, 06 September 2011

Laptop


Laptop
Oleh
Dwi Permatasari

“Berapa penghasilan orang tua Anda per bulan? Apa pekerjaan orang tua Anda? Berapa jumlah keluarga Anda? Dimana Anda tinggal?” berondong pertanyaan yang keluar dari mulut pegawai cash and credit itu membuat mulutku terkatup. Aku tertunduk lesuh. Uang dua ratus ribu yang tadinya ingin kuserahkan sebagai setoran pertama, kugenggam erat-erat. Aku terdiam. Namun kedua telingaku mendengar jelas setiap kata yang keluar dari mulut pegawai cash and credit yang baik hati itu.
“Bagaimana? Jadi kapan kami bisa monitoring ke rumah Anda?” tanyanya sekali lagi.
Aku terkejut dengan pertanyaannya. Lebih terkejut lagi dengan sikapnya yang tidak bisa mendengar suara hatiku yang menjerit. Oh...alangkah panjang prosedur yang harus dilewati demi sebuah kata ‘ya’ untuk suatu hal yang bernama kredit. Kubayangkan empat pegawai cash and cerdit itu mampir ke rumah kami yang tak berbentuk. Ah..kasihan sekali mereka. Harus melewati gang-gang yang sempitnya minta ampun dan harus rela mencium bau comberan yang mengalir dari selokan yang buntu. Mereka juga harus rela berbecek-becek ria. Kalau mereka ingin pipis, mereka harus berjalan ke empang yang jaraknya 10 meter dari rumah kami. Sebelum itu, mereka harus menggulung celana jeans setinggi 30 centi. Jika tidak, siap-siap saja celana jeans mereka akan basah gara-gara air sungai yang pasang. Cukup!
“Silakan isi formulir persetujuan ini. Maaf, dengan Mbak siapa?”, tanyanya sambil memegang pena, mengambil ancang-ancang untuk menulis namaku yang teramat sederhana.
“Siapa Mbak?”, suaranya terdengar renyah di telinga.
Aku masih bengong. Sementara, pegawai yang berada di depanku ini masih bersikap sama, tersenyum.
“Siti.”, kataku spontan.
“Maaf Mbak Tika.” Kali ini, aku menyebut namanya yang tertera di seragam yang ia pakai.
“Kenapa?”
“Saya ada urusan. Mungkin lain kali saja saya ambil kredit di sini.”
“Apa? Tidak jadi?” katanya setengah melotot.
“Iya, Mbak. Mungkin lain kali saya ke sini lagi. Saya tadi cuma mau nanya.” Aku menutup kalimatku dan angkat kaki dari ruko dua lantai itu.
Kutinggalkan kursi empuk untuk pelanggan cash and credit yang baru saja kududuki. Wajah ramah Mbak Tika tiba-tiba berubah seperti sayur asam yang dimasak kemarin sore lengkap dengan omelan-omelannya. Ia melampiaskan kekesalannya dengan menambah lipstik merah marun di bibirnya dan memoles bedak padat di wajahnya yang oriental. Mungkin untuk membuang sial atas kedatanganku yang hanya menghabiskan waktunya dengan bertanya ini itu tanpa kepastian untuk membeli atau kredit. Maafkan aku Mbak Tika. Aku tidak ingin kalian rugi hanya untuk mengetahui keadaan rumahku dan memutuskan apakah aku layak diberi kredit atau tidak. Ah..tidak perlu repot-repot. Aku sudah tahu jawabannya.
Rintik-rintik hujan mengiringiku menuju halte. Kupangang langit yang mendung. Ada rasa kecewa yang menusuk-nusuk.
Kubiarkan baju dan jilbabku basah ditimpa rintik hujan yang kian deras. Biar. Biarkan hujan membasahiku. Asalkan jangan ada setetas air mataku yang jatuh. Hari ini, satu mimpiku telah ambruk. Impianku untuk memiliki laptop usai sudah. Ternyata, kreditan laptop tak semudah yang aku bayangkan. Tak sagampang yang diucapkan orang-orang, juga tak seenteng seperti yang tertulis pada brosur yang aku temukan seminggu yang lalu.
Kupandangi langit sore yang kelabu. Rintik hujan jatuh satu per satu. Kucoba mengukir senyum di wajahku yang basah kuyub. Ah...betapa sulitnya itu kulakukan saat ini.
Di halte yang sepi, aku sendiri dengan angan-anganku untuk membeli laptop. Laptop. Benda itu telah menjadi obsesiku. Benda itu telah membuatku tak bisa tidur. Benda itu selalu menggerakkan otot-ototku untuk bekerja agar suatu hari nanti aku bisa memilikinya. Sejak awal masuk kuliah hingga sekarang, aku masih terobsesi dengan keinginanku itu. Amboi, alangkah bahagianya ketika jari-jariku menekat keypad dan menuliskan semua ide yang aku punya. Alangkah bahagianya ketika tugas-tugas kuliah dapat segera dikerjakan, tidak harus repot-repot ke rental komputer segala. Alangkah bahagianya jika menulis skripsi dengan laptop yang bisa dibawa ke mana saja.
“Siti!!”, seru seseorang memanggil namaku.
Aku menoleh. Kulihat sosok Kirana yang berdiri memakai payung. Ia menuju halte.
“Dari mana, Sit?”, tanyanya setiba di halte.
Kirana. Gadis yang paling beruntung di dunia. Dia anak panti asuhan yang diadopsi pengusaha kaya raya. Kami pernah satu kelas di SMA.
“Dari mana, Sit?”, tanya Kirana lagi.
“Dari toko buku, Kir.”, jawabku berbohong.
“Ke toko buku?”
“Iya.” Jawabku dengan berbohong untuk kedua kalinya.
“Kalau begitu, lain kali main ke toko bukuku saja. Di jalan Sudirman dekat Momo Bakery.”, terang Kirana.
Aku tersenyum. Senyum yang pahit.
“Ini brosur toko bukunya.”, ucap Kirana dan menyerahkan selembar brosur full colour lengkap dengan foto dirinya yang rupawan.
Kirana Book Centre. Nama yang menjual. Aku lalu membayangkan namaku yang tertera di plang sebuah toko buku, Siti Book Centre. Ah...kenapa terdengar aneh. Apa karena namaku sudah dinobatkan sebagai icon suatu makanan, seperti Nasi Uduk Bu Siti, Lontong Ayam Bu Siti, Kantin Bu Siti. Ah..ada-ada saja aku ini.
“Siti, mau pulang bareng nggak?”
“Nggak, Kir. Makasih yah.”
Tin..suara klakson marsedes bens terdengar nyaring. Seorang pemuda keluar dari pintu mobil mewah itu dengan payung yag super lebar. Reno.
“Duluan ya Siti.”
“Ya..” jawabku sekenanya.
Baiklah Siti. Mari kita melanjutkan hidup. Lupakan laptop. Lupakan obsesi murahan pada benda itu. Lupakan semua anganmu yang ketinggian itu. Masih untung bisa kuliah!
Aku memarahi diriku sendiri. Aku mengutuki diriku sendiri. Aku pulang dengan perasaan kecewa sedalam-dalamnya dan keinginan untuk bangkit lagi setinggi-tingginya.
***

Keinginanku untuk melupakan laptop hanya di mulut saja. Sampai detik ini, di dalam angkot yang hingar-bingar dengan bau pasar beradu dengan bau keringat para kuli gerobak, aku masih memikirkan laptop. Memikirkan benda yang harganya setara dengan dua tahun panen singkong.
Mungkin, kalau aku tidak berada di kelas yang semua mahasiswanya memakai laptop, aku tidak seobsesif ini. Aku mungkin rela mengantri untuk rental komputer. Tapi..kadang kecemburuan sosial bisa membuat seseorang menjadi gila. Parahnya, akulah korban dari kecemburuan sosial itu. Aku tidak bisa menutupi keinginanku untuk memiliki laptop. Aku sangat membutuhkannya untuk tugas-tugasku, skripsiku, juga menulis kisah cerpen dan novel. Semuanya ingin kuwujudkan jika aku punya laptop.
Aku tidak bisa tenggelam dalam kenyataan kalau aku tidak akan memiliki laptop. Syukur-syukur masih bisa kuliah! Begitu omel ibuku tiap kali aku mengutarakan keinginanku. Jadilah aku stes seorang diri. Ibu benar, orang kecil seperti kami tidak layak berpikir besar dan berangan-angan besar. Ibu mungkin ingin membuka mataku lebar-lebar dan menunjukkan 6 huruf yang harus diingat oleh otakku, yaitu M-I-S-K-I-N.
Tapi aku tidak bisa satu pemikiran dengan ibu. Aku percaya bahwa aku bisa membeli laptop. Seandainya uang beasiswaku tidak dipakai oleh Ibu untuk melunasi hutang-hutangnya dengan Haja Mar, mungkin aku bisa membeli laptop, second pun tak apa!
Tapi, sekali lagi Ibuku benar. Ia melakukan itu karena ia telah berhutang untuk melunasi iuran masuk kuliahku. Aku kembali tertunduk lesuh. Mengapa takdir tak berpihak kepada keluarga kami sedikit pun!
Aku sampai di rumah hampir maghrib. Pasti ibuku kembali mengomel! “Anak gadis pulang maghrib-maghrib! Mau jadi apa!!”, bentaknya dengan suara 8 oktap.
Kubuka pintu kayu pelan-pelan. Benar saja! Ibuku sedang mengisi minyak tanah di lampu teplok.
“Assalamualaikum,”
“Kumsalam.”jawab ibu sekenanya.
Aku langsung ke dapur dan mengambil handuk. Adik-adikku telah pergi bersama ayah ke masjid. Tinggal aku dan ibu di rumah.
Sampai waktu Isya, aku tak mendengar ibu mengomel apa pun. Apa ibu sangat marah sehingga ia tidak ingin bicara padaku lagi?
“Siti..”
“Ya, Bu.”, Aku menyahut cepat. Kutemui ibu yang sedang melipat pakaian.
“Sudah ketemu laptop yang kau inginkan?”
Kalimat itu terdengar asing. Tumben-tumbennya ibu peduli dengan keinginanku.
“Belum, Bu.”
“Syukurlah.”jawabnya singkat.
Alamak! Jadi ibuku ini senang jika anaknya tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Batinku kesal.
Ibu berdiri. Ia mengambil senter dan beranjak menuju lemari satu-satunya di rumah kami. Ia membawa kotak berukuran besar dan nampaknya berat.
“Apa benar ini yang namanya laptop? Ibu kurang tahu betul.”, kata ibu sambil menyerahkan kotak itu padaku.
Aku gemetaran. Apa benar isi di dalamnya adalah laptop atau hanya tumbukan singkong. Kalau benar ini tumpukan singkong, aku akan menyatakan perang dengan ibu!
Kubuka perlahan kotak itu. Ibu membantu menyinari. Aku terdiam. Amboi..ini benar-benar LAPTOP!!!
Aku lekas mengeluarkan semua yang ada di dalam kotak. Masih bau toko! Pasti ini laptop baru! Aku girang minta ampun. Akhirnya, aku bisa menulis skripsi dengan laptop ini. Aku juga bisa online dengan teman-temanku. Selamat tinggal rental komputer. Selamat tinggal warnet! Asyiiik!
“Tapi, rumah kita kan belum ada listrik, Sit.”, tanya ibu polos.
“Tenang, Bu. Siti nyolokin laptopnya di kampus aja. Siti isi penuh baterenya.”
Ibu kini seperti malaikat yang turun dari langit. Siapa sangka dia sangat baik. Aku yang anaknya saja sukar menebak. Kubawa laptop itu ke kamarku yang beralaskan kasur tipis.
Tanpa sadar, aku sudah 4 jam mengutak-atik laptop baruku. Asyik!! Besok pagi akan kulanjutkan di kampus. Tapi, dari dinding bambu kamarku, kudengar suara ibu dan ayah sedang berbicara dengan seseorang. Apa kami ada tamu?
Aku mengintip dari lobang kecil kamarku. Samar-samar, kulihat tamu yang sedang berbicara dengan kedua orang tuaku. Astaganaga! Itu Pak Hajar, orang paling kaya sekaligus paling pelit di kampungku, atau mungkin di dunia!
“Maaf, Pak. Apa tidak bisa dikecilkan lagi bunganya.”suara ibu terdengar lirih.
“Iya, Pak. Kami mohon. Kalau kami harus menggadaikan kebon singkong kami, mau makan apa kami, Pak.” timbal ayahku.
“Tidak bisa! Pokoknya itu sudah kesepakatan atau barang itu saya cabut kembali dan kalian harus membayar ganti rugi dua ratus ribu karena sudah melanggar perjanjian.”
“Jangan diambil barang itu, Pak. Anak saja sangat membutuhkannya.” Ibu kembali memelas.
Barang? Barang untuk anak? Jangan-jangan..
Aku terduduk lesuh. Sementara, kedua orang tuaku memelas pada manusia pelit itu. Mana mungkin aku bahagia, sementara kedua orang tuaku tersiksa? Mana nuranimu Siti!
Kubereskan laptop baru dan mengemasnya rapi di dalam kotak seperti sedia kala. Suara ayah dan ibu tak terdengar lagi, begitu pun suara rentenir itu. Besok pagi, aku berjanji, dunia akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja tanpa laptop atau tanpa fasilitas apa pun.
***
Esok paginya, ibu membuat sarapan seperti biasa. Ayah juga mengemasi perkakas bertani seperti biasa pula. Seolah, tadi malam tidak ada acara mohon-memohon yang dilakukan kedua orang tuaku pada rentenir macam Pak Hajar.
“Ibu...sepertinya laptop itu tidak begitu dibutuhkan sekarang.”
Ibu yang sedang meniup api menoleh ke arahku. “Kenapa memangnya, Sit.”
“ Siti akan baik-baik saja tanpa laptop atau tanpa fasilitas apa pun”
“Tugas-tugas kuliahmu bagaimana?”, timbal ayah.
“Ayah..Ibu, Siti minta maaf. Mana mungkin Siti sarjana namun membuat ayah dan ibu sengsara. Itu tidak membuat Siti bangga sedikit pun.”
Aku lekas sarapan dan membawa laptop itu ke rumah Pak Hajar. Uang dua ratus ribu yang tadinya ingin kujadikan setoran pertama kredit laptop, kuikhlaskan untuk Pak Hajar. Suatu hari nanti, Pak Hajar yang pelit nauzubillah itu, akan ‘dihajar’ Tuhan.
Aku kuliah seperti biasa. Tugas-tugas kekerjakan tepat waktu. Dengan atau tanpa laptop, toh aku masih bisa kuliah seperti biasa.
“Sit...Siti selama ya” ujar Kirana tergesa-gesa.
“Selama apa?”
“Selamat, risetmu tentang singkong disetujui Pak Dekan.”
“Serius?”
“Iya. Ini surat keputusannya.” Kirana menyodorkan selembar surat padaku.
Yes!! Akhirnya, proyek isengku disetujui pak dekan. Aku akan memberi tahu ibu.
Ibu tersenyum penuh arti. Entah itu senyum bangga atau senyum yang mengatakan aku aneh. Entahlah, tapi aku suka dengan ideku, selei singkong. Hehe.
Ide selei singkong terus aku kembangkan dan aku menjadi mahasiswa pertama di Fakultas Pertanian yang mendapat proyek kerja sama dengan perusahaan Jepang. Mereka mengapresiasi selei buatanku dan akan memproduksi dalam jumlah besar. Aku pun mendapatkan laptop gratis untuk menulis resetku. Aku juga membuat hak paten dan mendapatkan nama untuk seleiku, tentunya bukan Nasi Uduk Bu Siti atau Siti Book Center karena itu jelas tidak nyambung. Aku membuat lebel SSS yang merupakan singkatan dari Selei Singkong Siti. Sederhana tapi what ever!
Dan beginilah hidup. Mungkin benar apa yang diucapkan Andrea Hirata, Tuhan tahu tapi menunggu. Ya, kemarin, belum waktunya aku memiliki apa yang aku suka. Mungkin Tuhan memberikan waktu yang tepat, kapan aku bisa mewujudkan cita-citaku, memiliki laptop. Kalimat manjadda wajaddah yang ditulis A. Fuadi juga terbukti. Barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan mendapatkan. Mungkin Tuhan bosan dengan doaku yang itu-itu saja. Jujur, aku selalu berdoa agar aku bisa memiliki laptop. Tapi, kalau aku saja tidak begitu terobsesi dengan laptop, jalan ceritanya tidak akan seperti ini. Salam SSS (Selei Singkong Siti).

Bukit Besar, Minggu,19 Juni 2011

Kamis, 07 Juli 2011

Oh..mimpiku.

Oh...senangnya melihat orang yang bisa menjalani hidupnya yang biasa. Tanpa target, tanpa pencapaian-pencapaian, dan mungkin kerjanya hanya mengikuti waktu. Ah...aku benci diriku yang sekarang. Aku kehabisan semangat. Ide-ideku malas untuk keluar. Aku juga menjalani hidup dengan kata biasa!!! Ah...mengapa aku ditakdirkan menjadi orang yang punya banyak cita-cita? Ya..mungkin cita-citaku terlalu banyak dan semangatku terlalu menggebu!! Saudara perempuanku selalu mengatakan, jangan terlalu bersemangat!! jangat terlalu menggebu=gebu!! oh...mengapa tak ada bisa mengerti aku. mengapa orang-orang tidak bisa menerima cita-citaku. Aku selalu dianggap seseorang yang terlalu berlebihan. Mereka tak mengerti aku. Mau dibawa kemana impian-impianku??

Rabu, 06 Juli 2011

Lelah juga


Hem...Hari ini adalah hari yang melelahkan. Mungkin, untuk kesekian kalinya aku membuka inbox di emailku. Yang kudapati sama. Tak ada email balasan dari pihak penerbi. sedih rasanya....

Senin, 06 Juni 2011

What's up!!


Dear my lovely blog...
Ini posting pertamaku di bulan Juni. Em, sejujurnya, sekarang aku sedang kusut-kusutnya. Maksudku, hari-hariku berantakan tanpa program. Huh..apa yang salah dengan hari-hariku! Aku seolah terperangkap dalam ketidakteraturan! aku kehilangan diriku yang dulu..

Jumat, 20 Mei 2011

Reza Rahardian


Satu hal yang membuat saya kagum dengan aktor yang satu ini, ucapan persembahan Reza kepada orang-orang yang telah membantunya dalam karir. Em, saya berharap, suatu hari nanti bisa bertemu dengannya dan menjadi bagian dari film yang dibintanginya. Semoga film itu berjudul "Tulpen" Amiiiiiiiiiiiiiiiiiin. Ini dia berita tentang Reza Rahardian yang saya kutip dari http://www.21cineplex.com/slowmotion/raih-penghargaan-lagi-reza-rahadian-bilang-ini-bukan-puncak-karir,2238.htm pada hari Jumat, 20 Mei 2011. Met membaca!


Raih Penghargaan (lagi) Reza Rahadian Bilang ini Bukan Puncak Karir
4Share

“Terima kasih buat teman-teman wartawan yang telah mendukung karir saya sampai sekarang, kalau bukan karena kalian, saya tidak akan berada disini untuk memegang piala ini,” itulah kata-kata Reza Rahadian di hadapan para wartawan ketika dirinya dinobatkan sebagai pemenang Aktor Terbaik Indonesian Movie Awards 2011 (IMA 2011) lewat film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta.
Ya, ini adalah kali kedua Reza mendapatkan penghargaan sebagai Aktor Terbaik untuk film yang sama setelah penghargaan yang diraihnya lewat ajang penghargaan Festival Film Indonesia 2010 lalu. Padahal diakui Reza semua nominator yang dihadapinya dibilang cukup berat. Sebut saja seperti Vino G. Bastian dengan perannya di Satu Jam Saja, dan Lukman Sardi lewat film Sang Pencerah dan Darah Garuda.

“Saingan semuanya berat, mas Lukman Sardi salah satu aktor terbaik Indonesia menurut saya. Mas Lukman sempat bilang selamat, ya saya juga awalnya menjagokan mas Lukman. Tapi kita berdua sama-sama ingin terus berkarir dan berharap suatu saat saya bisa main bareng dengannya,” kata Reza dalam acara yang digelar di Tennis Indoor Senayan, Jakarta (10/5) itu.

Dua kali mendapatkan penghargaan untuk film yang sama adalah suatu yang menakjubkan, Reza pun bersyukur dengan apa yang telah didapatkannya sekarang, namun ia enggan jika kesuksesannya merupakan puncak karirnya dalam dunia perfilman Indonesia.

“Belum, karena memang untuk menuju puncak itu nggak ada habisnya, menurut saya penghargaan ini sebagai titik balik saya untuk berusaha lebih baik lagi. Harapannya mudah-mudahan bisa terus berkarir di dunia perfilman Indonesia dan bermain dalam film-film berkualitas,” jelas aktor yang baru saja merilis film terbarunya The Mirror Never Lies.

Lalu jika di FFI 2010 piala dipersembahkannya untuk sang ibu, untuk siapakah piala IMA 2011 dipersembahkannya? “Untuk adik saya, David!!.” (eM_Yu)

Cinta=takdir


Dear my lovely blog..
gimana kalau hari ini kita bahasa tentang cinta? (Setujuuuuuuuuuuuu!!!) kebetulan, sekarang aq pake baju pink, jadi rada nyambung gitu (loh!!!) Oya,Teman, kalian pernah jatuh cinta kan? Kalau pernah, trus apa yang kalian rasakan? jangan bilang kalau kalian akan menghindar dari perasaan yang satu ini! Karena sebenernya cinta itu anugerah..
Tapi, jauh sebelum kita menerawang tentang cinta, kita kudu sadar dulu kalau cinta itu adalah takdir Allah. Ya, karena kita tidak akan pernah tahu siapa cinta kita di dunia ini, begitu pun di akhirat, So, itu bukti kalau cinta itu takdir.
memang, di zaman sekarang, manusia seolah serba bisa. anaehnya, masalah cinta pun manusia seolah sudah tahu dan paham. Tidak jarang, muda mudi jaman sekarang telah menjudge kalau 'pacarnya' sekarang adalah suaminya kelak. weleh-weleh..hebet bener tuh muda mudi! Em...sejauh ini, kita emang tidak tahun jalan cinta kita ke mana, dengan siapa kita menjadi makmum, dan siapa yang akan menjadi ayah/ibu dari anak-anak kita. namun, ada satu pesan bijak yang kudu kita denger n aplikasikan baik-baik "Jadilah yang terbaik agar kita mendapatkan jodoh yang baik pula". Cinta memang takdir ilahi, cinta memang misteri, namun kita juga harus mempuerjuangkan cinta seperti kita memperjuangkan cita-cita kita. bukankan barang siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan "Man jadda wa jaddah". So, mari kita perbaiki akhlak kita demi cahaya cinta yang lebih terang, seterang cita-cita kita. amin. note: cinta itu suci, cinta itu menjaga, bukan memiliki. alangkah beruntungnya orang yang saling jatuh cinta karena Allah. Orang-orang yang jatuh cinta demi kebaikan salah satu dari mereka atau keduanya.

Dan Beginilah Saya


Dear my lovely blog...Hai..hai hai...em, sueneng buanget!!! Alhamdulilah, rasanya, hari ini adalah hari yang menyenangkan! tau kenapa? karena hari ini Ayuk Ujik minjemin aku netbooknya! Horeeee! semoga targetku minggu ini tercapai. Aku ingin menyelesaikan novelku dengan segera! aku ingin menyelesaikan hutangku"mewujudkan satu impian yang aku ikrarkan di depan teman-temanku". Terima kasih Ya Allah, engkau masih memberi Hamba semangat untuk hidup, untuk berkarya, dan untuk menjadi sesuatu!

Kamis, 19 Mei 2011

Sabarlah wahai mimpi-mimpiku


Dear My lovely blog..
Ini adalah secuil kisah tentang mimpi-mimpiku, bukan bualan atau omong kosong semata. Aku baru menyadari, kalau dalam setiap kubik di hidupku, ada mimpi yang bernapas dan mengalir di nadi yang terdalam. Sebagai manusia, aku memeliharanya, hingga aku tumbuh menjadi aku yang sekarang, yang berusaha membaca duni, berusaha memperjuangkan mimpi-mimpiku di kesempitan gerak. Aku sempat tak percaya, wacana-wacana yang sering kubaca dari buku-buku motivasi, cerita-cerita orang dulu, terjadi juga padaku. Aku mengalami krisis dukungan. Ya, aku merasakan itu akhir-akhir ini. Dunia seolah tak mendengar jeritanku. Bahkan orang-orang terdekatku. Ah..kenapa aku harus sensitif dengan ini ? kenapa aku justru menggarisbawahi kesedihan. Bukankah itu tidak perlu? Bukankah masih banyak hal-hal yang lebih penting..Oh, bukan begitu kawan! ini masalah hati yang kian hari kian diterpa nasib. Nasib, takdir, dan mimpi. ketiganya selalu dan akan selalu memberikan tanda tanya besar bagiku. Dan mungkin sekarang aku sedanga menjalani takdirku, tingal di Palembang, menjadi bagian dari Keluarga Izzah dan Suhardi, lalu bermimpi dan berusaha untuk mewujudkan mimpi-mimpiku!
aku juga tak mengerti, kenapa di saat aku baru meneriakkan dan mengikat cita-citaku di dalam hati, orang-orang di luar aku mencoba mempertanyakan kelanjutan mimpiku? ini itu perihal mimpiku. Aku belum bisa menjawab, tapi suatu hari nanti, waktu yang akan berbicara pada orang yang tak pernah mau percaya.
Aku menanti kesuksesan itu tiba. Hari-hariku sisipi doa dan zikir kesuksesan. Aku hanya punya itu, dua senjata yang tak membutuhkan uang atau materi. Kusirami mimpiku dengan dzikir yang tak putus -putus. Kuberikan napas bagi mimpiku dengan atmosfir berisi doa-doa. tapi mengapa, orang-orang seolah tak percaya dan menganggapku PEMBUAL! aku sudah bosan digunjingkan! aku sudah bosan menjadi bahan tertawaan. aku sudah bosan melihat muka-muka yang memandangku sebagai anak perempuan yang hanya mampu bicara! aku sudah bosan dipandang bukan siapa-siapa!aku ingin keluar dari lingkaran yang memandangku seperti semut hitam, kecil pula. ah...mengapa aku malah menularkan keluh kesah??
Baiklah, untuk mimpi-mimpiku, bersabarlah. bersabarlah karena aku pasti akan mewujudkanmu. Aku tak peduli duani akan tertawa, orang-orang akan menghina, aku tak peduli. Yang aku pedulikan adalah kalian, mimpi=mimpiku yang kupelihara sejak kecil. aku yakin, kalian sudah tidak sabar, tapi sabarlah mimpi-mimpiku yang agung, kalian pasti akan keluar dari derita omong kosong orang-orang, karena kita sudah punya senjata lengkap, doa, usaha, dan dzikir, meski tanpa fasilitas dan waktu yang lapang. Sabarlah mimpi-mimpiku, aku akan matang, aku akan terbang, meski matahari belum terbit! salam, Dwi P.

Rabu, 11 Mei 2011

Kesempatan.oh..kesempatan

Bulan Mei! aku ingin meneriakkan kata bulan Mei! Betapa tidak, di bulan mei ini, aku merasa menjadi orang yang merugi. Why? because aku berada dalam lingkaran kesempatan namun aku tidak bisa masuk dalam lingkaran itu sendiri. Well, sebelumnya kita ta'aruf dulu.(Lohh?) hehe, jangan bingung. maksudku, kita kenalan dulu kalo aku termasuk orang yang semangat dengan kata-kata lomba. Ya, menang kalah itu urusan belakangan, yang jelas, PARTISIPASI. itu kuncinya. memang, dari kecil aku terbiasa dengan lomba-lomba. sampai seragam putih abu-abu pun aku kenyang dengan istilah lomba. Tapi, entah mengapa, di kuliah ini aku menjadi ' tak berdaya'..stok semangatku untuk ikut lomba seolah dibatasi oleh pikiranku sendiri. banyak tugas lah, inilah..itulah..n bla..bla..bla..alhasil, aku tak begitu akrab dengan istilah yang satu ini. oya, kembali pada pembicaraan sebelumnya yang membahas tentang bulan Mei dan kesempatan! ah, apa ini belum waktunya saja. aku merasa masih kepikiran. bagaimana tidak, Eagle Award 2011 sudah didepan mata, konsep sudah kubuat matang, tapi...jatah waktu 4 bulan untuk pitching yang memberatkanku. padahal, 4 bulan ke depan aku harus PPL. uh..terpaksa aku memilih kuliah, dari pada itu. selanjutnya adalah lomba duta baca! pokoknya aku harus nekat! pokonya aku harus ikut. ada alasan yang membuatku ikut lomba itu: apalagi kalau bukan hadiahnya. jujur, mengharapkan hadiah itu adalah penyemangatku ikut lomba. dengan uang lomba ini, aku berharap bisa kusimpan untuk biaya wisudaku nanti. ya, pasti bermanfaat. sekarang, aku harus bergerak. bukan berlama-lama di depan komputer seperti apa yang akan kulakukan sekarang. Ya, aku harus bergerak. aku tidak ingin kegagalanku di Duta Bahasa 2010 dan ketidakikutsertaanku di Eagle Award terulang lagi. semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan, sesenang perasaanku saat melihat senyum anak-anak jalanan di perempatan lampu mereha. Salam. Dwi Permatasari

Minggu, 24 April 2011

Like This

Assalamualaikum wr.wb.
Hai..hai..hai...seneng deh rasanya bisa ngutak atik blog lagi..kuangeeeee! kadang aku pikir, enak banget yang punya laptop, bisa petantang-petenteng bw laptop ke mana aja buat fb-an, blogger, dll. Hem...tapi, no excuse! nggak ada alasan cuy! yang namanya kreativitas itu nggak boleh mati! Allah SWT sudah ngasih kita otak plus syaraf-syaratnya yang luaaarr biasa! so, kenapa harus bersedih Dwi. Oya, sekanga aku lagi ada di gedung dekanat lantai satu. Di sini ada beberapa komputer 'berdiri' buat mahasiswa yang mau akses internet. salah satu mahasiswa itu adalah aku. seorang Dwi Permatasari. oya, buat kesempatan kali ini, aku pengen dokumentasiis status di facebook yang menurut orang-orang difacebook:like this!! Duh...senengnya! But, intinya, ada harapan kecil dari sekedar 'curhat' di blog hari ini. Harapan kecil agar kelas status di facebook ini bisa dibuat buku. minimal buku sakulah biar ada kenang-kenangannya gitu...hehe, mumpung facebook lagi naik dauh euiii...
Well, nggak usah bertele-tele deh...sok atuh kita simak apa aja untaian-untaian kalimat(ceile) yang udah aku buat lewat satus fabebook, kalu sempet ntar aku tambahin history-nya, kenapa aku bisa buat facebook kayak gitu, suasana hatikah, kutipankah, atau apa? penasaran khaaannn...here they are!!!

Mungkin sekarang kita memburu waktu, mengejarnya, berusaha untuk mengimbanginya. tapi tenanglah, kawan. Percayalah, waktu tidak akan menzholimi apa yang telah kita usahakan, Tuhan akan menolong, dan orang-orang di sekitar kita akan tersenyum. Bukan karena kita menang atas waktu, tapi kita telah bersabar dengan waktu itu sendiri. -Dwi P-

Dwi Permatasari
Dwi: "Mengapa kita harus punya semangat? " Permatasari: "karena kita hidup!"
20 menit yang lalu · SukaTidak Suka ·

Rezza Abdoel Hoesein menyukai ini.

Dwi Permatasari
kata-kata indah akan mendatangkan rejeki
Sabtu pukul 8:42 melalui 0.facebook.com · SukaTidak Suka ·

*
*
Dina Pratiwi dan Ando Andos menyukai ini.
#

*
Tulis komentar...
Tekan Shift+Enter untuk memulai baris baru.

#
Hapus Kiriman
Dwi Permatasari
Allah...Allah....Allah
Jumat pukul 19:07 melalui 0.facebook.com · SukaTidak Suka ·

*
*
Ayu Octarina, Akhi Loversmyfriends, Viyan G Bastian dan 4 lainnya menyukai ini.
*
Dwi Permatasari
Dalam cinta, ada kasih sayang; dalam kasih sayang, ada ketulusan; dalam ketulusan, ada keikhlasan; untuk menggapai keikhlasan, ada pengorbanan; untuk berkorban, kita butuh semangat; untuk punya semangati, kita butuh yang namanya cita-cita; untuk sepotong cita-cita, kita butuh setangkup doa. -Dwi P-
20 April jam 20:20 · SukaTidak Suka ·

*
*
Muhammad Zuhaidi, Viyan G Bastian dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Dwi Permatasari
Saran dari setetes air zam-zam" gunakan hati, logika, n keyakinan kepada Allah azza wajallah untuk menentukan suatu keputusan dan menjadikan keputusan itu kerangka baja dalam memantabkan mimpi-mimpi"
19 April jam 15:28 · SukaTidak Suka ·

*
*
Inal Art, FiiAna G Bastian, dan Defrii Adriian menyukai ini.
Dwi Permatasari
jangan habiskan waktu dengan pertanyaan: Apa yang saya punya? tapi kejarlah waktu dan tanyakanlah: apa yang bisa saya perbuat? -Dwi P-
17 April jam 14:50 · SukaTidak Suka ·

*
*
Elmayana Elma, Roy Aico, Agus Wibawa dan 2 lainnya menyukai ini.
*
Dwi Permatasari
ketika cinta berbuah surga
17 April jam 8:44 melalui 0.facebook.com · SukaTidak Suka ·

*
*
Ellya'na Popo, Dawila Wati, dan Herdani Jilid II menyukai ini.
*
Dwi Permatasari
Aku ingin menjadi pahlawan bagi mimpiku! sebelum mimpi itu pupus, sebelum mimpi-mimpi itu berserakan, sebelum mimpi-mimpi itu kehilangan arah, sebelum napas berhenti, sebelum ada duka yang menyelinap.
13 April jam 17:06 · SukaTidak Suka ·

*
*
Rini Fauziah dan Puji Agustina menyukai ini.
Dwi Permatasari
sungguh...Engkau yang maha mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Mu..
09 April jam 20:23 · SukaTidak Suka ·

*
*
Bella Silvia Yolanda dan Luthfiyah Wardah menyukai ini.
*
Dwi Permatasari
di dunia ini berjuta-juta orang hidup dan menarik napas.mereka berdiri ,mereka tegak dan ada yang duduk sendiri
06 April jam 11:25 melalui 0.facebook.com · SukaTidak Suka ·

*
*
Bella Silvia Yolanda menyukai ini.
Dwi Permatasari
ada asa yang tak akan habis dimakan waktu.
05 April jam 20:33 melalui 0.facebook.com · SukaTidak Suka ·

*
*
A'kang Imam Gustian dan Viyan G Bastian menyukai ini.

Dwi Permatasari
dan Allah bersama orang-orang yang sabar...
04 April jam 7:37 melalui 0.facebook.com · SukaTidak Suka ·

*
*
Bella Silvia Yolanda, Renie Moo dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Dwi Permatasari
untuk iman yang menenangkan jiwa; jangan pernah pergi dari kalbu ini, denganmu, aku mampu berdiri tanpa harus menopang dagu dan kebingungan. Untuk iman yang menjernihkan pikiran, tinggalkanlah jejak di akal ini agar lurus antara logika dan nurani, untuk iman yang kadang pasang surut...tetaplah bersamaku, tetaplah di hatiku, tetaplah menjadi pelitah menuju Rabb-ku. Amin.
30 Maret jam 23:37 · Tidak SukaSuka ·

*
*
Anda, Bella Silvia Yolanda, ChieRaa DyonZieuz MuChacha, dan 2 orang lainnya menyukai ini.
*
*
Tulis komentar...

Dwi Permatasari
Semangat adalah harta karun para penuntut ilmu, para pesakit yang terbaring, para musafir yang kebingungan, para penulis yang kehabisan kata-kata. Kesabaran adalah tambang emas bagi mereka yang menanti sebuah kepastian Tuhan. Karena Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
29 Maret jam 19:36 · SukaTidak Suka ·

*
*
Ellya'na Popo, Hendri Oku, Gerry Gondrong Bersahabat dan 2 lainnya menyukai ini.
*
*
Tulis komentar...
Dwi Permatasari
Tak kan berpaling dari-Mu..
29 Maret jam 19:19 · SukaTidak Suka ·

*
*
Rhyans Whynarnoe ELbarca menyukai ini.
Dwi Permatasari
Siap pada suka duka dunia menjadikan kita jagoan di akhirat kelak..amiin.
26 Maret jam 21:04 · SukaTidak Suka ·

*
*
Elmayana Elma, Viyan G Bastian, dan Ahmad Didi menyukai ini.
#

*
Tulis komentar...
Tekan Shift+Enter untuk memulai baris baru.


Dwi Permatasari
Tuhan tolong aku...
23 Maret jam 9:28 melalui Web Seluler · SukaTidak Suka ·

*
*
Muhammad Ikhsan menyukai ini.
Dwi Permatasari
Cinta itu bukan memiliki tapi menjaga.
19 Maret jam 16:53 · SukaTidak Suka ·

*
*
Fakeh Aliansyah menyukai ini.

#

*
*
*
*
Tulis komentar...
Tekan Shift+Enter untuk memulai baris baru.

#
Hapus Kiriman
Dwi Permatasari
Jatuhkan pilihan atau pilihan yang akan menjatuhkanmu.
17 Maret jam 22:26 · Tidak SukaSuka ·

*
*
Anda, Ferdy Oktaviyan, Intan Pearl, dan 2 orang lainnya menyukai ini.
*
*
Tulis komentar...
Dwi Permatasari
Dear Dunia,
Tahukah engkau, Dunia? Bahwa hari ini kami sudah terikat mati oleh hati. kami sekongkol untuk mendunia bersama angan dan cita-cita kami. bersama cerita cinta kami yang kami bawa untuk dunia dan akhirat. tahukah kau dunia, jika dalam setiap darah yang mengalir di raga kami, adalah bukti cinta orang tua kami yang dalam. maka, izinkan kami untuk menjadi sahabatmu dunia. sahabat suka dan duka
13 Maret jam 4:00 · SukaTidak Suka ·

*
*
Intan Pearl, Muhammad B Winata dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Dwi Permatasari
manusia berencana,Tuhan yang menentukan.tapi tetap,jangan pernah miskin semangat!
08 Maret jam 6:53 melalui Web Seluler · SukaTidak Suka ·

*
*
Rhyans Whynarnoe ELbarca dan FiiAna G Bastian menyukai ini.
*
*
Tulis komentar...
Dwi Permatasari
Sehelai harga diri setangkup kesabaran
04 Maret jam 10:04 melalui Web Seluler · SukaTidak Suka ·

*
*
Dina Pratiwi menyukai ini.
*
*
Tulis komentar...

#

*
Tulis komentar...
Tekan Shift+Enter untuk memulai baris baru.

#
Hapus Kiriman
Dwi Permatasari
Bahagialah bila..kau masih punya mimpi...hidup hanya sekali...berikanlah yang terbaik..merindukan purnama. (a song by Judika)
03 Maret jam 8:55 · SukaTidak Suka ·

*
*
Dina Pratiwi, Feri Mardiansyah, dan Willyand Armando menyukai ini.

Dwi Permatasari
suatu hari nanti, berdoalah pada relung hatimu yang paling dalam..tentang hitam..tentang putih tentang janji Allah pada semua yang ada dalam lingkaran rahasiaNya.
02 Maret jam 22:03 · SukaTidak Suka ·

*
*
Herlina Bastari, Viyan G Bastian dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Dwi Permatasari
suatu hari nanti...
02 Maret jam 22:01 · SukaTidak Suka ·

*
*
Viyan G Bastian menyukai ini.
Dwi Permatasari
purnama dalam hati seorang hamba.benderang layaknya doa yang ia panjatkan pada pemilik langit di sepinya malam.
01 Maret jam 17:21 melalui Web Seluler · SukaTidak Suka ·

*
*
Intan Pearl, Herlina Bastari, dan Ferdy Oktaviyan menyukai ini.
*
*
Tulis komentar...

Dwi Permatasari
Maha suci Allah..
27 Februari jam 22:19 · SukaTidak Suka ·

*
*
Viyan G Bastian, Hendri Oku, Griiv 'ndra Prince Mengkatak dan 2 lainnya menyukai ini.



eh, udah datang waktu sholat cuy....aku sholat dulu yah...gimana? lumayan kan statusnya, walau nggak bijak-bijak amat, seenggaknya status di facebook udah bikin plog hati, udah ngebantu orang saling memotivasi! setuju? hehe...
Wassalam.
Yang bermunajad padaNya
Dwi Permatasari

Kamis, 21 April 2011

Diary digital

Dunia semakin edan! teknologi pun semakin menggila! Tapi aku tetaplah aku. Seorang dwi Permatasari yang dianugerahi Allah kesempatan, kemauan, semangat, dan cita-cita. Umurku sekarang masih 19 tahun. Oktober nanti akan genap berusia 20 tahun! Ups...inikah rasanya berkepala dua? Sadar atau nggak, zaman sudah berubah. Dulu, waktu masih putih merah, aku rajin banget nulis diary, dari yang covernya warna vink, gambar kue tar, gambar doraemon, atau cuma buku tulis yang kubagi dua, satu buat catatan ngitung-ngitung angka, satu lagi buat diary!
Ya, aku akui, aku dan masa kecilku tidak lepas dari dua buku, iqra' dan buku diary. Entah kenapa, aku senang banget nuli. mulai dari nulis biodata, puisi, cerita, samopai kegundahanku saat ibuku tak pernah membelikan meja belajar baru untuk kami! Begitulah, aku mengenal diary, sebuah buku yang akan mengisi cerita-ceritaku.
Menginjak SMP, aku tambah giat nulis diary! Bagiku, SMP pasti akan seru! Makanya, aku sediakan buku diary yang gede biar muat semua cerita zaman SMA. Tentunya, di diaryku yang baru ini, akan sedikit cerita Gang Power Ranger yang anggotanya aku, ayuk ujik, Heryanto, Ari, Sepol. Aku mungkin tak akan menceritakan pengalaman jadi pesepak bola wanita pertama di SDku tercinta (SDN 3 maeranjat). Tidak ada lagi kenangan ngaji bareng Eceh, agus, Niovia, marry, Esi, Bodug. Itu semua karena kita nggak satu sekolah lagi,...Huhu
Next, SMP bener-bener gudangnya bakat. Aku mulai mencicipi banyak eskul dan bergonta-ganti kelas, dari predikat kelas buntut (VI) sampai ke kelas unggulan (I). Jujur, aku sangat menikmati prestasi SMP yang secara dahsyat memompa keyakinanku dengan kekuatan otakku yang tak kuduga ini. dan itu semua kuabadikan dalam sebuah diary yang lusuh. Di SMP juga, secara tak sengaja, aku menemukan diary Ibuku. Wooow...! Rupanya ibuku juga rajin nulis diary! dan ibu curang, cover diarynya lebih bagus dari diary punyaku. covernya gadis belanda yang anggun dengan pandangan yang pasti! seketika, aku ingin mengikuti selera ibuku! Aku ingin dianggap dewasa dengan sampul diary yang juga dewasa. tak dinanya, aku membeli diary yang menurutku tidak terkesan kanak-kanak.
SMA!!! Emang bener apa kata orang! masa0-masa SMA adalah masa-masa yang membahagiakan. Penuh sengat mendapatkan cita-cinta dan sedikit cerita cinta. Aku mengimbanginya dengan sebuah diary yang aku beli di Toko Buku Sumber Mas, sebuah buku diary yang menyejukkan siapa saja yang memandangnya, berwarna hijau muda dengan jumlah halaman 200! Terang saja, baru aku beli, tuh diary udah dicoret-coret oleh tanganku yang kagak nahan!
Karena rajin nulis diary, aku lebih milih curhat sama dia, sampaqi akhirnya aku sadar, diary bukanklah seseorang yang bisa tersenyum, memberi saran, atau marah jika tindakan kita salah. Diary hanyalah buku yang kita percaya akan menjaga rahasia. tapi, itu tidak berlaku untuk kehidupan sesungguhnya. satu sisi, kita legah telah menuangkan perasaan dengan menulis, tapi disisi lain, kita butuh seseorang untuk mendengar cerita, memberi feedback. Dan itu tidak bisa dilakukan oleh diary..
But, apapun pendapat yang ada, setidaknnya dengan diary, aku bisa membuka kenangan-kenangan yang mungkin bisa hilang. Kini, diary menjadi kata kunci suatu kejadian dalam hidupku. Aku ingin, jika aku telah tiada, ada orang yang tahu kisah hidupku, cita-citaku, orang yang aku kagumi, keinginanku, dan apa yang terpikir olehku. Mungkin, diary-diary itu jadi saksi hidup. meskipun ia tidak bisam bicara, toh semua orang bisa membaca.
Sekarang, di abad dua satu, kutinggalkan pena dan kertas dan melirik sebuah kotak dengan cahayanya yang menyilaukan mata. kotak itu berisikan kata-kata, gambar, tapi ajaibnya dia bisa membuat kita menuliskan apa yang sedang kita pikirkan. Dalam kotak itu, ada halaman yang bisa menuntun kita untuk berbagi. Dialah diary digital yang aku kenal bernama blog. Terima kasih! semoga kita menjadi penulis dengan memulai apa yang kita pikirkan, apa yang kita inginkan, seperti anak kecil yang sedang menulis diary sambil menguyah lolipop. -DwiP-

Kamis, 13 Januari 2011

Mahasiswa Asing, Dimana Kalian?



Em...udah lewat satu semester, aku nggak ngeliat-liat yang namanya mahasiswa asing program beasiswa dharmasiswa. rasanya ada yang kurang! padahal,dari semester satu ampe semester empat, mereka ada dan jadi bagian dari pembelajaran di bangku kuliah. tapi, kok sekarang malah nggak kelihatan satu orang pun. Where are u, guys?
menuerutku, di Indonesia ini aneh. mungkin ada benarnya judul film Dedy Mizwar" Alangkah Lucunya Negeri Ini". Di saat generasi muda banyak meremehkan bahasa Indonesia dan menganggap enteng perihal bahasa Indonesia, justru di luar sana ada banyak mahasiswa dari berbagai negara berniat mengasah kemampuannya untuk kompeten berbahasa Indonesia. Minimal target mereka adalah bisa berbahasa Indonesia layaknya orang Indonesia.
Dan yang membuat aku bangga, mereka (mahasiswa asing) satu kelas denganku di program Studi Pendidikana Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Sriwijaya. Em..mungkin tak banyak yang tahu tentang keberadaan para mahasiswa ini. bahkan anak FKIP pun banyak yang nggak tahu. But, what ever? eksis atau nggak eksis, yang jelas, mereka benar-benar niat banget belajar bahasa Indonesia di negeri ini. Salut deh sama mereka. Padahal, di Indonesia sendiri, bahasa nasionalnya udah kalah populeh sama bahasa Inggris n bahasa gaul.
Keberadaaan mereka membawa 'angin segar' di kelas. rasanya aneh saja, saat begitu banyak generasi muda yang terobsesi belajar ke luar negeri, justru bule-bule itu yang melancong ke sini. Dan dari mereka, aku menemukan banyak filsafat-filsafat dan etos kerja mahasiswa asing. aku juga mengulik cerita bagaimana mereka bisa ke Indonesia, alasan mereka belajar bahasa Indonesia, dan bisakah jadi dosen bahasa Indonesia di luar negeri?
mahasiswa asing yang kukenal pertama kali adalah Gong Rhui Hua atau Leo. Mahasiswa dari negeri tirai bambu ini datang bersama temannya Reno (aku lupa apa nama cinanya). Ya, jelas, Leo memiliki aura positif yang bisa ia bagikan di lingkunganya. secara pakaian, Leo ntentrik abis. pakaiannya selalu jeans setengah tiang. dandanannya persis turis yang ingin melancong ke bali. Nyantai abis. tapi, kacamata yang nangkring di matanya membuat dia tampak intelek. Agamana Budha. Walau begitu, dia tergolong orang yang low profile dan memiliki toleransi beragama yang tinggi. Malah, dia sering bertanya tentang islam padaku. Lumayan kritis pertanyaan mahasiswa Chan Xien University itu. Em...aku dan teman-teman di kelas lumayan akrab dengan Leo. bahkan, waktu acara buka puasa bareng, dia dan empat mahasiswa lainnya ikut meramaikan. jadi, kami sekelas semakin kompak. dari leo, aku belajar banyak hal. tentu saja ia memberiku trik untuk menjadi wirausaha. maklum, orang Cina memang terkenal dengan kemahirannya berdagang. Tidak hanya itu, dia juga memberikan sepotong kata yang masih aku ingat hingga kini, " Rajinlah belajar, maka kau akan keliling dunia!". kalimat itu kuabadikan di buku diary dan akan kubaca jika mimpiku timbul tenggelam dan terkalahkan oleh pesimis. itu oleh-oleh yang berharga dari mahasiswa asing asal Cina.
Selain Leo, dari Cina ada satu mahasiswa lagi yang bernama Reno. pembawaannya kalam, cool, dan lucu. dia jarang bicara. Berbeda dengan leo yang sudah fasih berbahasa Indonesia. Gaya bicaranya juga aneh. Tapi, teteup aja, dia jadi lirikan temen-temen di kelas. apalagi kalau bukan karena gayanya yang cool abis. hehe.
selanjutnya adalah dua wanita berkulit gelap dari Madagaskar. Mereka dalah Rina dan....duh siapa ya namanya, aku lupa. Ups...aku ingat, namanya NORU. hehe..rada aneh...jadi agak lupa. Maaf ya Noru..^_^. Em...jangan salah, mereka ini adalah wanita yang terpandang di negeranya. kayak si Noru. Dia adalah mahasiswa kedokteran di universitas negeri Madagaskar. Ayahnya adalah seorang elit politik negeri itu. kabarnya, kemana-mana, Noru di kawal oleh pasukan khusus. Tapi, saat dia di iIndonesia, tak satu pun yang menjaganya, malah kadang, dia sering menerima oejekan iseng dari mahasiswa di bis.Huh..menyebalkan, nanti laporin aja sama papa kamu ya, Noru. biar mereka kena jewer.hehhe. Noru adalah wanita yang pendiam. Sama halnya dengan Rina. mereka berdua adalah Duo Diam. hehe. Dari mereka berdua, aku belajar bahwa kemandirian itu perlu dimana pun kita berada. mandiri dan mudah beradaptasi.
Mereka berempat telah memberikan warna di kelas. Lewat mereka, aku mendongkrak kepercayaan dair sebagai mahasiswi FKIP Bahasa Indonesia. Aku juga memiliki cita-cita untuk mengajar bahasa Indonesia di luar negeri. tercapai atau tidak. Itu urusan belakangan.
sebelum Leo pergi, aku dan Armi Antasari memberikan cendramata, yaitu miniatu jembatan Ampera yang menjadi ikon kota Palembang. legah rasanya. Terima kasih teman-teman..semoga kami bisa berkunjung ke negara kalian.
patah hilang tumbuh berganti. Setelah Leo dkk kembali ke negera mereka masing-masing, di semester empat, mahasiswa asing datang lagi. (horeeeee!!!!) senangnya! Pelajaran apa lagi yang bisa kudapat! jadi penasaran. Singkat cerita, ternyata dua mahasiswa yang ikut program dharmasiswa kali ini adalah mahasiswa dari negeri gajah putih, Thailand. Mereka adalah Farida Bau dan Yu i. mereka kelihatan lebih fresh dan modis. Dan yang membuat aku berseri-seri, satu di antara mereka mengenakan jilbab. She is moslem! Mulanya, aku nggak terlalu dekat dengan mereka coz mereka belajar di kampus Unsri Bukit, sedangkan aku di Inderalaya. Nah..mungkin karena memang takdir Allah, aku dan farida bertemu di latihan teater. Kebetulan farida datang bersama anak Unsri Bukit, so kami kenalan.dari situ persahabatan singkat ini dimulai. farida sudah menjadi sahabatku sendiri. kami pergi bareng, kuliah bareng, belanja bareng. tentu saja kami berbagi cerita tentang impian kami masing-masing, tentang cita-cita juga tentang cinta. Di mataku, Farida adalah orang yang istiqomah. Ia tetap menjalankan sholat tepat waktu dan selalu mengenakan jilbab. Dia muslimah sejati. Aku sempat bertanya,apakah keluarganya Islam? dan benar, keluarganya Islam. Ayah Farida adalah orang Thailand sedangkan Ibunya adalah orang Arab. Keduanya beragama Islam. Ayah Farida berprofesi sebagai dokter gigi, sedangnya ibunya adalah pengusaha dengan membuka dua restoran thailan, di Thailand dan di Malaysia. hebat! Dia juga bercerita tentang rumahnya yang berada di bibir pantai. cerita Farida membuat aku berandai-andai berada di teras rumahnya sambil menghirup angin pantai yang segar, jilbab berkibar-kibar karena di terpa angin, dan memandang laut yang beradu dengan langit memadukan warna biru muda dan putih. pemandangan yang indah.
Cina, Madagaskar, bangladesh, dan thailand, terima kasih telah mengirimkan mereka untuk kami, untukku orang udik yang bermimpi menginjakkan kaki di di negara sahabat-sahabatku itu. terima kasih juga telah belajar bahasa Indonesia. that's unforgetable moment!