Minggu, 30 Oktober 2011

Cita-Citaku Diobral (Sajalah)

Siapa yang ingin kalah? Setiap orang ‘waras’ pasti menginginkan kemenangan. Apalagi, sesuatu itu telah sangat-sangat-sangat diusahakan. Tapi, kadang ending bukanlah hak paten dari para aktor (manusia). Ada ‘sutradara’ yang memiliki hak priogatif untuk memutuskan. Hem, rasanya. Aku berhenti bernapas hari ini. Ya, tepatnya beberapa menit sebelum aku mem-postingkan tulisan ini di blog-ku. Ah...aku benci. Tapi mau bagaimana lagi. Toh, sebenci apapun aku, tidak akan membuat namaku bertengger di daftar para juara! masyaAllah, begitu sensitifkah hatiku saat ini?
Amboi! Dua! Bukan main, dua kekalahan yang aku kantongi malam ini. Masih bisakah aku tidur nyeyak? Masih bisakah aku pede dengan mimpiku yang terlalu tinggi itu? Masih bisakah aku membuat diriku percaya dengan kemampuanku? Masihkan? Entahlah.
Mungkin kalian akan bertanya-tanya, hal remeh temeh apa yang membuat aku seperti aki-aki kebakaran jenggot! Hal remeh apa yang membuat aku ngotot dan bahkan melotot melihat daftar pemenang, tak ada satu suku kata pun bertuliskan aku. Tega nian! Sungguh! Tapi, apa ada kemenangan karena rasa kasihan. Kasihan padaku yang sudah rela-rela mengencangkan ikat pinggang demi membayar kontribus lomba. Tidak ada dan jangan harap akan ada.
Baiklah. To the point saja. Aku akan membahas kekalahanku yang pertama di ajang yang kuanggap paling remeh di dunia, LOMBA KLIPING BERITA, namanya. Em, sepertinya sangat mudah dan pastinya haya sedikit yang ikut. Itu artinya, peluang untuk menang sangat banyak. Tapi hari ini, malam ini, saat kubuka website s yang empunya hajatan lomba, seorang GADIS CANTIK dengan SENYUM MENAWAN dan body ala MODEL tengah berjabat tangan pada ketua panitia. Em, rupanya, gadis itu menang. Luaaaarrr biasa. Sudah good looking, menang pula. Beruntungnya engkau. Tapi, aku heran, mengapa berita itu ditulis tadi pagi, Minggu siang di sebuah tenda. Bukankah si penyelenggara mengatakan kalau pengumunan akan disebarka besok. Em, hatiku bisa langsung kisut mendadak saat kutahu pengumumannya sudah dilakukan hari ini. Lalu, buat apa menuliskan dengan gaya perlente bahwa pengumumannya besok dan pengambilan hadiah besoknya lagi. Itu hanya akan mempermainkan hati seorang pecundang macam diriku saja, para juri yang terhormat.
Sudahlah. Mungkin belum rejeki. Suara hatiku berusaha menenangkan. Berusaha menghibur. Berusaha membuat seolah ini hanyalah bagian dari ujian orang sukses. Hatiku...timbul rasa malas untuk berkompetisi-lagi-.
Lomba yang kedua adalah lomba Essai. Aku mengikutinya, pertama karena aku yakin tulisanku layak dimuat, kedua, karena kontribusinya murah Rp 10.000- tapi, namaku lagi-lagi tak ada. Semua nama yang tertera dalam daftar pemanang sangat asing. Mungkinkah tak ada tempat lagi bagi mahasiswa semester 7 sepertiku? Ya Allah, hamba menjadi ragu dengan kemam[uan hamba. Hamba menjadi gusar dengan masa depan hamba di dunia menulis. Pikirku, mereka semua angkuh. Para penerbit, para juri, para pemenang, juga hatiku. Aku pun angkuh. Aku sendiri tidak tahu tapi..aku seperti tidak kapok-kapoknya. Mungkin aku harus berpikir sederhana saja. Membuang mimpi dan menjadi orang desa! Itukah yang diinginkan waktu sekarang. Itukah yang diinginkan dedemit-dedemit intelek yang tidak memberiku kesempatan untuk menang? Ah...aku ini terlalu sensitif. Terlalu berduka, padahal mungkin Allah sudah menyiapkan segalanya dan akan menjadikan ini semua indah. Bersabarlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar