Kamis, 13 Januari 2011

Mahasiswa Asing, Dimana Kalian?



Em...udah lewat satu semester, aku nggak ngeliat-liat yang namanya mahasiswa asing program beasiswa dharmasiswa. rasanya ada yang kurang! padahal,dari semester satu ampe semester empat, mereka ada dan jadi bagian dari pembelajaran di bangku kuliah. tapi, kok sekarang malah nggak kelihatan satu orang pun. Where are u, guys?
menuerutku, di Indonesia ini aneh. mungkin ada benarnya judul film Dedy Mizwar" Alangkah Lucunya Negeri Ini". Di saat generasi muda banyak meremehkan bahasa Indonesia dan menganggap enteng perihal bahasa Indonesia, justru di luar sana ada banyak mahasiswa dari berbagai negara berniat mengasah kemampuannya untuk kompeten berbahasa Indonesia. Minimal target mereka adalah bisa berbahasa Indonesia layaknya orang Indonesia.
Dan yang membuat aku bangga, mereka (mahasiswa asing) satu kelas denganku di program Studi Pendidikana Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Sriwijaya. Em..mungkin tak banyak yang tahu tentang keberadaan para mahasiswa ini. bahkan anak FKIP pun banyak yang nggak tahu. But, what ever? eksis atau nggak eksis, yang jelas, mereka benar-benar niat banget belajar bahasa Indonesia di negeri ini. Salut deh sama mereka. Padahal, di Indonesia sendiri, bahasa nasionalnya udah kalah populeh sama bahasa Inggris n bahasa gaul.
Keberadaaan mereka membawa 'angin segar' di kelas. rasanya aneh saja, saat begitu banyak generasi muda yang terobsesi belajar ke luar negeri, justru bule-bule itu yang melancong ke sini. Dan dari mereka, aku menemukan banyak filsafat-filsafat dan etos kerja mahasiswa asing. aku juga mengulik cerita bagaimana mereka bisa ke Indonesia, alasan mereka belajar bahasa Indonesia, dan bisakah jadi dosen bahasa Indonesia di luar negeri?
mahasiswa asing yang kukenal pertama kali adalah Gong Rhui Hua atau Leo. Mahasiswa dari negeri tirai bambu ini datang bersama temannya Reno (aku lupa apa nama cinanya). Ya, jelas, Leo memiliki aura positif yang bisa ia bagikan di lingkunganya. secara pakaian, Leo ntentrik abis. pakaiannya selalu jeans setengah tiang. dandanannya persis turis yang ingin melancong ke bali. Nyantai abis. tapi, kacamata yang nangkring di matanya membuat dia tampak intelek. Agamana Budha. Walau begitu, dia tergolong orang yang low profile dan memiliki toleransi beragama yang tinggi. Malah, dia sering bertanya tentang islam padaku. Lumayan kritis pertanyaan mahasiswa Chan Xien University itu. Em...aku dan teman-teman di kelas lumayan akrab dengan Leo. bahkan, waktu acara buka puasa bareng, dia dan empat mahasiswa lainnya ikut meramaikan. jadi, kami sekelas semakin kompak. dari leo, aku belajar banyak hal. tentu saja ia memberiku trik untuk menjadi wirausaha. maklum, orang Cina memang terkenal dengan kemahirannya berdagang. Tidak hanya itu, dia juga memberikan sepotong kata yang masih aku ingat hingga kini, " Rajinlah belajar, maka kau akan keliling dunia!". kalimat itu kuabadikan di buku diary dan akan kubaca jika mimpiku timbul tenggelam dan terkalahkan oleh pesimis. itu oleh-oleh yang berharga dari mahasiswa asing asal Cina.
Selain Leo, dari Cina ada satu mahasiswa lagi yang bernama Reno. pembawaannya kalam, cool, dan lucu. dia jarang bicara. Berbeda dengan leo yang sudah fasih berbahasa Indonesia. Gaya bicaranya juga aneh. Tapi, teteup aja, dia jadi lirikan temen-temen di kelas. apalagi kalau bukan karena gayanya yang cool abis. hehe.
selanjutnya adalah dua wanita berkulit gelap dari Madagaskar. Mereka dalah Rina dan....duh siapa ya namanya, aku lupa. Ups...aku ingat, namanya NORU. hehe..rada aneh...jadi agak lupa. Maaf ya Noru..^_^. Em...jangan salah, mereka ini adalah wanita yang terpandang di negeranya. kayak si Noru. Dia adalah mahasiswa kedokteran di universitas negeri Madagaskar. Ayahnya adalah seorang elit politik negeri itu. kabarnya, kemana-mana, Noru di kawal oleh pasukan khusus. Tapi, saat dia di iIndonesia, tak satu pun yang menjaganya, malah kadang, dia sering menerima oejekan iseng dari mahasiswa di bis.Huh..menyebalkan, nanti laporin aja sama papa kamu ya, Noru. biar mereka kena jewer.hehhe. Noru adalah wanita yang pendiam. Sama halnya dengan Rina. mereka berdua adalah Duo Diam. hehe. Dari mereka berdua, aku belajar bahwa kemandirian itu perlu dimana pun kita berada. mandiri dan mudah beradaptasi.
Mereka berempat telah memberikan warna di kelas. Lewat mereka, aku mendongkrak kepercayaan dair sebagai mahasiswi FKIP Bahasa Indonesia. Aku juga memiliki cita-cita untuk mengajar bahasa Indonesia di luar negeri. tercapai atau tidak. Itu urusan belakangan.
sebelum Leo pergi, aku dan Armi Antasari memberikan cendramata, yaitu miniatu jembatan Ampera yang menjadi ikon kota Palembang. legah rasanya. Terima kasih teman-teman..semoga kami bisa berkunjung ke negara kalian.
patah hilang tumbuh berganti. Setelah Leo dkk kembali ke negera mereka masing-masing, di semester empat, mahasiswa asing datang lagi. (horeeeee!!!!) senangnya! Pelajaran apa lagi yang bisa kudapat! jadi penasaran. Singkat cerita, ternyata dua mahasiswa yang ikut program dharmasiswa kali ini adalah mahasiswa dari negeri gajah putih, Thailand. Mereka adalah Farida Bau dan Yu i. mereka kelihatan lebih fresh dan modis. Dan yang membuat aku berseri-seri, satu di antara mereka mengenakan jilbab. She is moslem! Mulanya, aku nggak terlalu dekat dengan mereka coz mereka belajar di kampus Unsri Bukit, sedangkan aku di Inderalaya. Nah..mungkin karena memang takdir Allah, aku dan farida bertemu di latihan teater. Kebetulan farida datang bersama anak Unsri Bukit, so kami kenalan.dari situ persahabatan singkat ini dimulai. farida sudah menjadi sahabatku sendiri. kami pergi bareng, kuliah bareng, belanja bareng. tentu saja kami berbagi cerita tentang impian kami masing-masing, tentang cita-cita juga tentang cinta. Di mataku, Farida adalah orang yang istiqomah. Ia tetap menjalankan sholat tepat waktu dan selalu mengenakan jilbab. Dia muslimah sejati. Aku sempat bertanya,apakah keluarganya Islam? dan benar, keluarganya Islam. Ayah Farida adalah orang Thailand sedangkan Ibunya adalah orang Arab. Keduanya beragama Islam. Ayah Farida berprofesi sebagai dokter gigi, sedangnya ibunya adalah pengusaha dengan membuka dua restoran thailan, di Thailand dan di Malaysia. hebat! Dia juga bercerita tentang rumahnya yang berada di bibir pantai. cerita Farida membuat aku berandai-andai berada di teras rumahnya sambil menghirup angin pantai yang segar, jilbab berkibar-kibar karena di terpa angin, dan memandang laut yang beradu dengan langit memadukan warna biru muda dan putih. pemandangan yang indah.
Cina, Madagaskar, bangladesh, dan thailand, terima kasih telah mengirimkan mereka untuk kami, untukku orang udik yang bermimpi menginjakkan kaki di di negara sahabat-sahabatku itu. terima kasih juga telah belajar bahasa Indonesia. that's unforgetable moment!