Sabtu, 17 April 2010

My Kim Bum

Oleh Dwi Ichiko

Hai, Sob!!! Hari ini, Sob. Kita akan berbicara tentang hari ini. Hari pertama di tahun 2010. Kau tahu, Sob. Aku benar-benar nggak ingin hari ini ada. Hari yang membuatku akan jauh dengannya. Aku benci hari ini. Tapi walaupun aku protes, waktu takkan memberikan toleransi. Waktu akan tetap berjalan 24 jam. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Andai aku bisa negosiasi dengan waktu, kan kukeluarkan jurus tawar-menawar yang paling ampuh seperti yang sering kulakukan di Pasar 16 Ilir. But it’s imposible coz time still goes on.
Love will find its way. Cinta akan menemukan jalannya. Dan aku berusaha menemukan jalan cintaku. Aku berusaha membuat kesempatan supaya cinta itu bisa lahir, tumbuh , dan berkembang. Karena cinta bukanlah sesuatu yng instan. Cinta butuh proses, itu kata Kak Sigit, sepupuku. Cinta ‘kan tumbuh jika sering bertemu, itu pesan Kakek dalam bahasa Jawa yang sudah ditranslit ke bahasa Indonesia. Tapi..siapalah yang tahu isi hati orang. Aku berusaha menerka-nerka wajahnya. Aku berusaha membaca matanya. Aku berusaha mengartikan setiap ucapannya. Aku berusaha menarik kesimpulan pahit yang lebih pahit dari pil wasir. Kesimpulan bahwa sebenarnya tak ada cinta di mata Dava. Ya..Tuhan, semoga hari ini aku kuat.
Oya, Sob. Mungkin aku belum cerita tentang Dava. Seseorang yang membuatku jatuh cinta karena intelektualitas yang dia miliki, pemikiran-pemikirannya, ketampannnya yang mengimbangi Kim Bum, si aktor korea dalam Boys Before Flower, cara dia bersikap, cara dia mengambil keputusan, dan begitu banyak alasan-alasan lain yang membuat aku sama seperti 213 siswi di SMA ini yang tergila-gila padanya. But..aku beda, Sob. Kalau 213 siswi itu hanya mampu mengagumi KimBumnya SMA, aku malah mencari cara untuk bisa mengenal Dava lebih dekat. Karena masih menurut Kak Sigit, sepupuku, kesempatan tidak akan memberi kita tempat, namun kitalah yang harus menciptakan kesempatan. Masuk akal, bukan? Dan itulah yang mendorongku saat beberapa bulan yang lalu. Aku mengusulkan sebuah Pensi. Ya, sebuah pentas seni, Sob. Tapi ini bukan sembarang pentas seni biasa. Ini adalah pentas seni luar biasa karena memadukan unsur art, teknologi, estetika, dan kejeniusan dalam berseni. Tak hanya itu, aku juga mengonsep tentang 4 bintang tamu yang mirip empat bintang keren Korea dalam Boys Before Flower.
Entah keberanian siapa yang aku telah curi, akhirnya aku memencet nomor handphone Dava yang sudah kuingat di luar kepala.
“Hallo?“ suara Dava terdengar.
Suaranya membuyarkan konsentrasiku. Kata-kata yang sudah kususun kini berantakan. Aku hanya bisa eng...eng..dan dengan sigap, kumatikan telpon.
Aku menarik napas lagi, Sob. Dan menekan beberapa digit angka di keypad handpone.
“Hallo? Maaf, ini siapa ya?“ tanya Dava dengan nada datar.
“Maaf, saya Kira anak IPS 3“ jawabku masih gugup.
“Mungkin anda salah kira, saya anak IPA 1.” Jawabnya masih datar.
“ Sori, maksud saya. Nama saya Akira Azadia. Biasa dipanggil Kira. Anak IPS 3. Saya ada usul yang spektakuler tentang Pensi bulan tahun ini!” kataku dengan retorika yang meyakinkan.
“Nama kamu Kira. Sori ya, saya lagi di lapangan basket sekarang. Nanti saja kita bicarain. Bye!“
Uh...aku menghempaskan napa. Legah...jadi seperti itu suara Dava kalau di telepon.
>_<


Rasanya aku senyum-senyum sendiri mengenang saat-saat pertama aku menelpon Dava. Kedengaran ketus tapi cool. Dan setelah kejadian itu, aku mulai memutar otak. Mengonsep sebuah pensi yang akan membuat Dava benar-benar memuji pensiku. Ya, aku harus buktikan kalau aku bisa kreatif dan inovatif. Mungkin tampangku tak secantik Nina, badanku juga tak sejangkung Sebrina, tapi…aku punya otak yang menurutku bisa mengalihkan semuanya. Bukankah cewek cantik itu sudah banyak, Sob? Tapi..smart girl is langkah. Ya kan, Sob?
Hari sabtu, habis pulang sekolah. Aku dan Dava rencananya akan membicarakan konsep pensi di caffetaria. Aku mempersiapkan hari itu, bukan dandan menor ala Cika, bukan menambah parfum seperti yang disarankan Fury. Tapi aku menyusun kata. Mengonsep kalimat per kalimat yang harus kukeluarkan jika aku mempresentasikan pensiku. Aku tak ingin kegugupanku membuat aku tampak bodoh dan tolol atau hanya terbata-bata seperti anak kelas 1 SD. No way, Sob!!
Beberapa menit menunggu membuat laptopku habis batrerai karena selalu ku otak atik Microsoft Power point. Aku mulai mengalihkan pandanganku ke sekitar. Ternyata caffetaria makin sepi. Tak terasa hampir dua jam aku menunggu Dava di sini, di kursi pojok yang menghadap toko bunga. Apa karena seorang Dava aku tak merasakan lamanya menunggu? Entahlah, Sob. Mungkin ini yang di namakn cinta itu butuh pengorbanan.
Baterai laptopku sudah penuh. Tapi bayangan Dava tak tampak. Caffetaria sepi. Dari gesture pelayan, aku sudah mengerti bahwa ia ingin mengatakan “Maaf, ini sudah masuk Mahgrib. Sono pulang!!”. Dengan perasaan penuh kecewa aku meninggalkan caffetaria Sesekali kutoleh ke belakang, berharap Dava memanggil namaku dan mengatakan maaf dia telat karena ada urusan, lalu dia mengantarku pulang. Tapi, Sob. Aku bukan dalam serial drama Korea sekarang. Aku tetaplah aku, seorang Akira Azadia. Aku pulang diikuti suara Rian d’Masiv, dalam lagu Jangan Menyerah yang menyala di MP4.

^_^

Tak ada telpon atau sms yang masuk di handphoneku. Apa Dava telah melupakan pertemuan di cafftaria yang menurutku akan menjadi pertemuan yang saklar?. Huh…aku tak paham dengan Dava. Kenapa dia mengecewakanku?
Aku melihat keluar jendela. Tepat di lapangan Basket, si Dava dengan asyik memainkan si bulat orange. Ada suara yang berbisik kalau seperti bola basket itulah si Dava mempermainkan perasaanku. Tidak!! Tidak, Sob. Aku nggak termakan dengan bisikan itu dan masih larut dengan positive thinking tentang Dava walaupun ada segunung rasa dongkol di hatiku!!
-_-

“Hallo, Kira”
“Halo? Ini siapa ya?” kataku ketus dengan nomor baru yang masuk..
“Aku Dava, anak kelas IPA 1. Kamu ada waktu?“
“Em...ada, Dav. Abis pulang sekolah, aku nggak ada kegiatan.“
“Ya udah, abis pulang sekolah aku tunggu di Hotspot. Thanks.“
Tut..tut...
Beberapa kali kulirik jam di kelas. Lima menit lagi. Lima menit lagi bel berbunyi.
Aku datang on time sesuai janji. Aku tak ingin cap ngaret melekat di pribadiku. Karena sudah kubilang, Sob. Aku ingin beda di mata Dava.
“ Hai…” aku coba tersenyum dan mempersilakkan Dava duduk layaknya partner bisnis yang akan melakukan lobi.
Sore ini semua tanpa persiapan. Bagiku, ada atau tanpa persiapan, hasilnya juga akan sama. Aku gugup di depan Dava.
Dari awal sampai akhir, Dava hanya menggut-manggut saja. Cool, keren, tapi gayanya intelek nauzubillah. Benar-benar wajah KimBum.
“Smart. Oke. Pensi kali ini, konsep kamu yang dipakai, Akira. Aku setuju.“ Ujar Dava sambil tersenyum.
Yess!! Kugigit bibirku tanda aku totally fine!! Kalau anak yayasan sudah bilang kayak gitu, yah…mau gimana lagi? Ya kan, sob?

^_<

Hari-hari berikutnya adalah hari yang sibuk tapi happy. Ternyata berada di dekat orang yang kita cintai akan membuat adrenalin meningkat, bukanlah teori semata. Itu betul, Sob. Dan akulah korban dari teori klasik itu. Meski aku capek ngurus ini itu seputar pensi, tapi aku tetap semangat. Kesabaran itu emang berbuah manis. Semanis senyum Dava saat melihat pekerjaanku selesai. Kami seolah dikejar deadline, tapi aku tetap fokus pada Pensi. Sebagai ketua pelaksana, aku sering pulang paling akhir. Itu sangat menyedihkan. Dan yang paling menyedihkan kenapa hati Dava tak terniat untuk mengantarku pulang. Atau bertanya,” Mau diantar, Kir?“ Never...he never say that.
Tanggal berganti tanggal. Tak terasa persiapan pensi sudah matang. Semuanya sudah siap. Sesiap perasaanku saat kutahu alasan-alasan sikap biasa Dava padaku. Kenapa dia tidak berniat mengantarku? Kenapa dia jarang on time? Itu semua karena prioritas Dava bukanlah aku, sob. Bukanlah pada Akira Azadia. melainkan..pada cewek yang bernama Nerra. Nera Antika Karpov. Nama yang cantik yang dimiliki oleh putri seorang Ambassador.
Sudahlah, Sob. Aku tak ingin membahas profil tentang siapa itu Nerra. Bagiku dia adalah cewek yang paling beruntung seantero SMA, bahkan sejagat raya!! Sekarang, aku harus datang ke sekretariat. Ada acara ramah tamah tentang suksesnya pensi tahun ini. Semoga aku bisa tahan dengan pemandangan di depanku. Pemandangan panitia yang kini membawa gebetan mereka. Dan tibalah giliran Dava memberikan sambutan terima kasih kepada panitia. Senyumnya mengarah ke arahku. Tapi..apalah arti senyum itu, Sob. Senyum yang tak kan kutemui setelah hari ini. Setelah acara ini.
Semua panitia menerima sertifikat, termasuk aku. Tapi, yang kudapat bukanlah piagam melainkan sepucuk surat dalam amplop.
Dan tepat di depanku, aku melihat dava melepas pelukan Nerra. Perih. Mataku benar-benar perih melihatnya, Sob. Tak peduli siapa yang memeluk dan dipeluk. Tapi...
Aku berlari ke WC. Penutup yang sangat buruk. Apa cintaku tersesat dan tak menemukan jalannya? Sudahlah Kira, yang penting kau telah berusaha. Kataku menabahkan diri dan menghapus air mataku.
Di pintu keluar WC, aku melihat Dava berdiri di depanku.
“Selamat, Kira. Kamu berhasil. Kamu sukses.“ Katanya tersenyum.
“ Iiya, tapi..ini semua bukan aku yang ngerjain. Panitia lain juga total.“ Kataku sesekali menghapus air di kelopak mata.
“ Aku…ada urusan. Permisi.” Kutinggalkan Dava yang masih berdiri.
“Akira! Tunggu!! Sekali lagi selamat. Selamat karena kamu telah berhasil mengonsep pensi ini dan kamu juga sukses membuat aku jatuh cinta sama kamu.“
Aku menoleh.
“Sorry, tadi bilang apa Dav?“ kataku ragu.
“Aku cuma ngucapin selamat.“ Katanya santai.
“B ukan? Bukan yang itu. Tapi...sudahlah. Permisi.“ Aku berlalu menginggalkannya.
Semua properti sudah dikembalikan di tempat semula. Aula sekolah mulai sepi. Aku harus pulang. Pulang dengan perasaan yang nano-nano. Huh...
“Hai, sendirian?“
“Dava? Iya..aku baru selesai.“ Kataku sambil menyampingkan tas di bahu.
“Aku bingung, Akira. Kupikir kamu cewek yang cerdas tapi...masak aku yang harus terus terang. Kamu belum baca surat tadi?“
Surat? Oh, iya..aku emang belum membaca surat itu. Kubaca baris demi baris kalimat di surat tugas itu. Ternyata amplopnya doank yang bertuliskan surat tugas. Isinya benar-benar membuat aku terharu.
“ Aku mengagumimu, Akira. Semula aku tak yakin. Tapi..hati kecilku tak bisa berbohong. Bahwa aku mencintaimu Akira Azadia.”
Kutatap wajahnya. Ya Tuhan….apa ini mimpi? Kak Sigit!!! Kakek!!! Ini nggak mimpi kan?
“ Mau pulang bareng, Princess?” katanya sambil tersenyum.
Ya ampun Sob…siapa yang bisa nolak tawaran seorang KimBum. Aku mencintai hari ini dan aku mencintai cowok yang berada di sampingku sekarang yang sedang nyetir dan begitu tulus menyatakan cintanya padaku. Aku akan mencintainya, Sob. Karena aku ingin jatuh cinta satu kali seumur hidupku dan cintaku untuk Dava. My Kim Bum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar