Sabtu, 17 April 2010

selamat membaca

A Message From Gie

“Tidak!!! Tidak!! Tidak…

Suaraku menggema dari bibir jurang. Tubuhku kini bermandikan keringat. Habis sudah. Habis sudah riwayat seorang Fitoy jika dahan pohon ini bergerak beberapa senti saja! Seorang Fitoy akan meninggalkan nama doank. Just it! Besoknya koran akan laku keras dengan hot news Mahasiswa Tewas di Jurang.

Tanganku masih memegang dahan pohon. Gelap sekali di bawah. Terjal, gelap, atau apalah kata yang cocok mewakilinya. Rasanya aku sedang berada di tenggorokan seorang raksasa. Tinggal menunggu hitungan menit sampai tanganku tak kuat bergelantungan, lalu..

“Fitoy!!!“

Aku mendongakkan kepala. Ada orang?

“ya, gue di sini!”balasku dengan penuh harap.

Syukurlah seutas tali dilontarkan padaku. Aku berusaha meraihnya dan dengan sekuat tenaga, aku naik ke atas.

“Fitoy!“, kata seseorang memanggil namaku. Suara yang sama dan tiba-tiba sesosok tubuh memelukku. Samar-samar kulihat wajah pemuda itu walaupun kabut membuat pemandangan serba putih. Wajah yang...

“Saudara Fitoy!!“ terdengar suara Pak Pato, dosen killer serupa Prof. Snap di film Harry Potter.

Ha? Suara Pak Paton? Jangan-jangan…

“Saudara! Ke-lu-ar!!” teriak Pak paton dengan menekan kata keluar.

Aku beranjak dari kursi. Meninggalkan pulau-pulau yang kuciptakan saat molor.Bagaimana nggak molor? Si profesor yang sibuk berkhotbah, sibuk dengan university of live, sibuk dengan dokrin-dokrin, tanpa memikirkan kejemuhan audiens!

“permisi, Pak.“kataku sekenanya.

Klik. Kututp pintu ruangngan B 1211 itu. Ini kali ketiga aku hang out mata kuliah prof. Snap. Sebenarnya, apa yang kucari dari kuliah? Entahlah…

***

“Fitoy!Cuy! gabung nggak?”Tanya Beni dari sudut kantin. Mata Beni mengarah padaku, tapi jari-jarinya sibuk memegang gaplek,melemparkan kotak kecil itu dan “gap!”teriaknya tiba-tiba. Aku melihatnya dari jarak 2 meter. Itu hiburan, permainan, atau apa? Aku mulai jenuh.

Empat puluh lima menit aku di sini. Tepatnya di bangku panjang favoritku dekat koridor kelas. Pak paton suda keluar dengan membawa dua tas, tas laptop dan tas arsip. Pemandanagn yang lazim kutemui dari seorang dosen kepala lima. Lalu, tubuh tinggi dengan jenggot putih yang khas itu menghampiriku.

“saudara Fitoy. Jika anda tidur lagi, jangan harap bisa masuk di kelas saya!” ancam pak paton seperti menakuti anak SD.

Aku mayun. Berjaln meninggalkan si dosen yang belum menutup kultumnya.

Lagu opening Naruto terdengar dar tasku.

Diza calling…

“hallo, Fit.”

“da pa, Diz. To the point!”

“aku ada perlu. Kita ketemu di perpus. Sekarang kan lo nggak kuliah.”

“tahu dari mana?“

“feeling“

“Dasar cewek.“

Tut..tut...pembicaraan terputus.

***

Perpustakaan...

“ada ya, ruang kayak gini di perpus?“

“ya iyalah..masak ya iya dong! Makanya Bung, jangan Cuma hang out ke mall aja, sekali-kali ke perpus kek!” terang Diza yang mulai cerewet.

Aku Cuma diam. Kupandangi sudut demi sudut ruang baca ini. Beberapa lemari berisi buku-buku tebal. Ya iyalah.inikan perpus! Beberapa foto dipajang di dinding yang bercat biru muda. Desainnya juga lumayan. Mungkin ini yang membuat Diza dan anak-anak lain sudi mampir. Aku pun iseng-iseng berdiri di depan rak buku, sok-sok mencari buku. Tapi, baru lima menit aku balik lagi ke meja lesehan.

“lo gimana sih. Bukannya bantuin malah asyik duduk.“ protes Diza sambil membwawa tumpukan buku tebal.

“buat apaan nich. Masak lo mau baca semuanya. Nggak mungkin kan?”

“sapa juga y7ang mo baca. Gue Cuma pingin ngutip pendapat orang-orang di buku ini. Paham?”

“iya bu guru.” Kataku dan menutup kicauan Diza.

Diza amsih berkutit dengan tugasnya. Sementar aku mulai jenuh. Kuhampiri beberapa bingkai foto yang kulihat tadi.

“diz, ni orang siapa?“ aku menghampiri Diza sambil membawa bingkai foto hitam putih.

“Gie!“

“Siapa?“

“Soe Hok Gie.“

Gie? Soe Hok Gie? kKenapa dia datang di mimpiku?

“pasti lo nggak tahu kan? Nih baca!“

Diza menyerahkan sebuah buku berjudul Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar