Senin, 05 April 2010

saat saya tak ingin bicara

apa yang terpikir jika badan dan pikiran sama-sama capek? apa yang terpikir jika berada di situasi yang benar-benar membuat pusing? marah!diam!atau ikut-ikutan bicara? dan tentu saja aku memilih diam, kawan. kau tahu kenapa? karena saat seperti itu, aku pikir, diam adalah solusi terbaik. diam bukan berarti kalah. diam bukan berarti lemah. diam juga bukan berarti kita pecungdang. tapi justru, karena diam kita ityulah, sebenarnya kita adalah pemenang.
dal marah, kerja otak kita cenderung di bawah kendali. dalam marah, setan akan gampang membisikkan rayuan-rayuannya, dan dalam marah pula, sebuah konflik itu dimulai. dan aku tak ingin terbodohi oleh marah. aku tak ingin ditaklukan oleh marah. dan sekali lagi, diam menyelamatkan diriku.
kau tahu kawan, kadang aku tak habis pikir dengan mulut-mulut tanpa sabuk pengaman. mulut yang mengeluarkan celetukan-celetukan api, mulut yang mengeluarkan kata-kata tanpa bobot, dan saking ringannya, kata-kata itu tak bernilai sama sekali. mulut yang sok berkuasa dari pada otak!!
kenapa ada orang yang betah dengan kecerobohannya? kenapa ada orang yang betah mengeluarkan kata-kata tanpa arti?kenapa orang pada doyan membuat lawan bicaranya sakit hati? kenapa ada orang yang puas dengan kedunguan yang diciptakan mulutnya? dan sekali lagi, diam menyelamatkanku dari kubangan kata-kata tanpa arti dalam sebuah diskusi.oh, bukan! bukan diskusi, tapi arena adu mulut yang entah kapan berakhir. semua ini tersimpan dengan baik di memori otakku. saat suatu malam di awal bulan Mei, saat baru ingin mencicipi manisnya kebersamaan, kesetiakawanan di lingkaran angkatan 2008, aku memilih diam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar